Cara Menentukan
Dimensi Balok Akibat Menggunakan Bata Konvensional dan Bata Ringan
A. Tinjauan Umum
Pada tahap perencanaan struktur gedung, perlu
dilakukan tinjauan pustaka untuk mengetahui hubungan antar susunan fungsional
gedung dengan sistem struktural yang akan direncanakan untuk digunakan.
Disamping itu juga untuk mengetahui dasar-dasar teorinya.
Perencanaan struktur merupakan unsur yang penting pada pembangunan
suatu gedung agar dapat menghasilkan gedung yang kuat, aman, nyaman namun tetap
ekonomis.
Sebagian
besar dari elemen struktur dapat dianalisis secara sederhana, misalkan elemen
satu dimensi (seperti balok, kolom, busur, elemen rangka) atau elemen dua
dimensi (seperti slab, pelat, dan cangkang). Namun, untuk beberapa
elemen seperti shear wall membutuhkan analisa yang lebih mendalam lagi.
Untuk
lebih mudahnya, sistem struktur dapat dipisahkan kedalam dua mekanisame
penyaluran beban, diantaranya ialah pemikul beban gravitasi dan pemikul beban
lateral, walaupun dalam kenyataannya, kedua sistem ini bekerja bersamaan
sebagai suatu kesatuan. Walaupun bangunan merupakan struktur tiga dimensi,
namun untuk penggolongan elemen struktural biasanya hanya ditinjau dalam dua
sistem, yaitu sistem horizontal (lantai), dan sistem vertikal (portal).
Pada sistem struktural
yang ada di gedung, elemen balok adalah elemen yang paling banyak digunakan
sebagai elemen penting dalam konstruksi. Balok adalah bagian dari struktural
sebuah bangunan yang kaku dan dirancang untuk menanggung dan mentransfer beban
menuju elemen-elemen kolom penopang.
Balok dikenal sebagai elemen lentur, yaitu elemen struktur yang dominan memikul
gaya dalam berupa momen lentur dan juga geser.
Untuk mendimensi suatu balok, beban
yang dipikul oleh suatu balok akan mempengaruhi perencanaan dimensi balok.
Salah satu beban yang berpengaruh terhadap perencanaan dimensi balok adalah berat
struktur dinding yang digunakan pada suatu bangunan. Umumnya pada pekerjaan
dinding menggunakan bata konvensional atau bata ringan.
Pada bab ini akan dijelaskan
tentang pengertian balok, material yang dipakai pada pekerjaan dinding, dan pembebanan pada balok.
B. Pengertian Bata Konvensional dan
Bata Ringan
1.
Bata
Konvensional
Bata konvensional atau
yang sering dikenal dengan bata merah merupakan bahan bangunan yang terbuat
dari tanah liat dan mineral-mineral lain yang dibentuk dalam ukuran tertentu, biasanya ukuran 24x12x6 cm
dan sudah dibersihkan lalu diberi air secukupnya dan dicetak berbentuk
kotak-kotak. Cetakan untuk bata konvensional biasanya terbuat dari kayu yang
dibentuk sedemikian rupa hingga berbentuk kotak.
Adonan
yang telah dicetak, dikeluarkan dan dijemur di bawah matahari sampai kering.
Batu bata yang sudah kering kemudian disusun menyerupai bangunan yang tinggi
kemudian dibakar dalam jangka waktu yang cukup lama, kurang lebih selama 1 hari
sampai batu terlihat hangus. Suhu api pada saat pembakaran dapat mencapai 1000
derajat Celcius. Dalam pembakaran batu bata biasa menggunakan rumput atau sekam
yang akan membuat batu bata memilki lubang-lubang kecil menyerupai pori-pori.
Salah
satu ciri dari batu bata konvensional adalah bentuk yang tidak selalu sama,
tidak rapi dan bertekstur kasar. Ini dapat dipahami karena pembuatan batu bata
konvensional menggunakan alat-alat yang sederhana dan lebih mengutamakan sumber
daya manusia dalam pembuatannya.
Bata
merah yang bagus akan keras, tahan api, tahan terhadap pelapukan dan cukup
murah sehingga berperan penting dalam membuat dinding dan lantai.
a.
Spesifikasi Bata Merah
·
Berat
jenis kering (ρ) : 1500 kg/m3
·
Berat
jenis normal (ρ) : 1700 kg/m3
·
Kuat
tekan :
2,5-25 N/mm2 (SII-0021,1978)
·
Koduktifitas
termis : 0,380 W/mK
·
Tebal
spesi :
20-30 mm
·
Ketahanan
terhadap api : 2 jam
·
Jumlah
per luasan per 1 m2 :
70-72 buah dengan construction waste
b.
Kelebihan Bata Merah
·
Tidak
memerlukan keahlian khusus untuk memasang.
·
Ukurannya
yang kecil memudahkan untuk pengangkutan.
·
Mudah
untuk membantu bidang kecil.
·
Murah
harganya.
·
Mudah
mendapatkannya.
·
Perekatnya
tidak perlu yang khusus.
·
Tahan
panas, sehingga dapat menjadi perlindungan terhadap api.
c.
Kekurangan Bata
Merah
·
Sulit
untuk membuat pasangan bata yang rapi
·
Menyerap
panas pada musim panas dan menyerap dingin pada musim dingin, sehingga suhu
ruangan tidak dapat dikondisikan atau tidak stabil.
·
Siarnya
besar-besar cenderung boros dalam penggunaan material perekatnya.
·
Kualitas
yang kurang beragam dan juga ukuran yang jarang sama membuat waste-nya dapat lebih banyak.
·
Karena
sulit mendapatkan pasangan yang cukup rapi, maka dibutuhkan plesteran yang
cukup tebal untuk menghasilkan dinding yang cukup rata.
·
Waktu
pemasangan lebih lama dibandingkan bahan dinding lainnya.
·
Berat,
sehingga membebani struktur yang menopangnya.
·
Bata
merah menimbulkan beban yang cukup besar pada struktur bangunan.
2.
Bata
Ringan
Material yang
menyerupai beton dan memiliki sifat kuat, tahan air dan api, awet (durable) yang dibuat di pabrik
menggunakan mesin. Bata ini cukup ringan, halus dan memiliki tingkat kerataan
permukaan yang baik. Bata ringan diciptakan dengan tujuan memperingan beban
strukur dari sebuah bangunan konstruksi, mempercepat pelaksanaan, serta
meminimalisasi sisa material yang terjadi pada saat proses pemasangan dinding
berlangsung.
Memiliki panjang 60 cm,
tinggi 20-40
cm
dan tebal 7,5
; 10 ; 12,5 ; 15 ; 17,5 ; 20 cm.
Adonannya terdiri dari pasir kwarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan
alumunium pasta sebagai bahan pengembang (pengisi udara secara kimiawi).
Setelah adonan tercampur sempurna, nantinya akan mengembang selama 7-8 jam.
Alumunium pasta yang
digunakan dalam adonan tadi, selain berfungsi sebagai pengembang ia berperan
dalam mempengaruhi kekerasan beton. Volume aluminium pasta ini berkisar 5-8
persen dari adonan yang dibuat, tergantung kepadatan yang diinginkan. Adonan
beton aerasi ini lantas dipotong sesuai ukuran.
a.
Spesifikasi Bata Ringan
·
Berat
jenis kering (ρ) : 520 kg/m3
·
Berat
jenis normal (ρ) : 650 kg/m3
·
Kuat
tekan : >
4,0 N/mm2
·
Koduktifitas
termis : 0,14 W/mK
·
Tebal
spesi : 3 mm
·
Ketahanan
terhadap api : 4 jam
·
Jumlah
per luasan per 1 m2 :
22-26 buah dengan construction waste
b.
Kelebihan Bata Ringan
·
Memiliki
ukuran dan kualitas yang seragam sehingga dapat menghasilkan dinding yang rapi.
·
Tidak
memerlukan siar yang tebal sehingga menghemat penggunaan perekat.
·
Lebih
ringan dari pada bata biasa sehingga memperkecil beban struktur.
·
Pengangkutannya
lebih mudah dilakukan.
·
Pelaksanaannya
lebih cepat daripada pemakaian bata biasa.
·
Tidak
diperlukan plesteran yang tebal, umumnya ditentukan hanya 2,5 cm saja.
·
Kedap
air, sehingga kecil kemungkinan terjadinya rembesan air.
·
Mempunyai
kekedapan suara yang baik.
·
Kuat
tekan yang tinggi.
·
Mempunyai
ketahanan yang baik terhadap gempa bumi.
c.
Kekurangan Bata Ringan
·
Karena
ukurannya yang besar, untuk ukuran tanggung, membuang sisa cukup banyak.
·
Perekatnya
khusus. Umumnya adalah semen instan, yang saat ini sudah tersedia di lapangan.
· Diperlukan
keahlian khusus untuk memasangnya, karena jika tidak dampaknya sangat
kelihatan.
· Jika
terkena air, maka untuk menjadi benar-benar kering dibutuhkan waktu yang lebih
lama dari bata biasa. Kalau tetap dipaksakan diplester sebelum kering maka akan
timbul bercak kuning pada plesterannya.
·
Harga
relatif lebih mahal daripada bata merah.
· Agak
susah mendapatkannya. Hanya toko material besar yang menjualbata ringan ini dan
penjualannya pun dalam volume besar.
C. Pengertian
Portal
Portal
(Frames) terdiri dari kolom dan
balok. Kemampuan untuk menahan beban lateral tergantung pada kekakuan dari
sambungan balok-kolom dan kapasitas momen penahan dari masing – masing elemen.
Sistem ini biasanya dikenal dengan portal kaku, karena pada masing – masing ujung
elemen portal disambung kaku untuk memastikan semua elemen akan bergerak
seragam jika bereaksi pada beban. Pada sistem yang menggunakan pelat, pelat
akan menggantikan peran balok.
1. Balok
Balok
(Beam) adalah bagian struktur yang
didesain untuk menahan beban yang menekuknya. Efek tekuk pada setiap titik
diketahui dengan menghitung momen tekuknya. Balok biasanya terbuat dari kayu,
baja, campuran baja ringan atau beton bertulang atau beton pratekan.
Balok juga merupakan salah satu pekerjaan beton
bertulang. Balok merupakan bagian struktur yang digunakan sebagai dudukan
lantai dan pengikat kolom lantai atas. Fungsinya adalah sebagai rangka penguat
horizontal bangunan akan beban-beban.
Apabila suatu gelagar balok bentangan sederhana
menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur akan terjadi deformasi
(regangan) lentur di dalam balok tersebut. Regangan-regangan balok tersebut
mengakibatkan timbulnya tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan
di sebelah atas dan tegangan tarik dibagian bawah. Agar stabilitas terjamin,
batang balok sebagai bagian dari sistem yang menahan lentur harus kuat untuk
menahan tegangan tekan dan tarik tersebut karena tegangan baja dipasang di
daerah tegangan tarik bekerja, di dekat serat terbawah, maka secara teoritis
balok disebut sebagai bertulangan baja tarik saja (Dipohusodo,1993:23)
2. Analisis Balok Persegi
a.
Balok Bertulangan
Tarik Saja
Analisa penampang balok
terlentur dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui dimensi unsur-unsur
penampang balok yang terdiri dari: jumlah dan ukuran tulangan baja tarik (As), lebar balok (b), tinggi efektif (d),
tinggi total (h), f’c, dan
fy, sedangkan yang dicari
adalah kekuatan balok ataupun manifestasi kekuatan dalam bentuk yang lain,
misalnya menghitung Mn, atau
memeriksa kehandalan dimensi penampang balok tertentu terhadap beban yang
bekerja, atau menghitung jumlah beban yang dapat dipikul balok. Dilain pihak,
proses perencanaan balok terlentur adalah menentukan satu atau lebih unsur
dimensi penampang balok yang belum diketahui, atau menghitung jumlah kebutuhan
tulangan tarik dalam penampang berdasarkan mutu bahan dan jenis pembebanan yang
sudah ditentukan (Dipohusodo.1994:42) . Adapun ringkasan atau ikhtisar analisis
untuk balok persegi terlentur bertulangan tarik saja, dengan urutan sebagai
berikut:
1) Buat
daftar hal-hal yang diketahui.
2) Tentukan apa yang harus dicari ( pekerjaan
analisis umumnya mencari MR, Mn,
beban hidup atau mati yang dapat didukung).
3) Hitung
rasio penulangan :
ρ =
4) Bandingkan
hasilnya dengan 0,75ρb atau ρmaks juga terhadap ρmin, untuk menentukan apakah penampang memenuhi syarat.
5) Hitung
kedalam blok tegangan beton tekan :
a =
6) Kemudian
ditetapkan nilai ω =
7) Masukkan
dalam ungkapan MR
MR = Ø b d2 fc’
ω (1-0,59ω)
8) Maka
didapat nilai k (koefisien tahanan) sebagai berikut:
k = fc’ ω (1-0,59 ω)
9) Dengan
demikian ungkapan secara umum untuk MR menjadi :
MR =
Ø b d2 k
10) Hitunglah tulangan yang diperlukan :
As = ρ b d
b.
Balok
Bertulangan Rangkap
Apabila pengamatan
menunjukan bahwa penampang balok persegi bertulangan tarik saja tidak kuat
untuk menahan beban tertentu dan ukurannya tidak memungkinkan untuk diperbesar
dikarenakan alasan-alasan arsitektural ataupun teknis pelaksanaan, misalnya,
pilihan akan jatuh pada balok bertulangan rangkap. (dipohusodo.1994:97)
Dengan demikian
ringkasan langkah-langkah perencanaan balok bertulangan rangkap adalah sebagai
berikut:
1) Ukuran
balok sudah ditentukan.
2) Anggap
bahwa d = h – 100 mm.
3) Menghitungmomen
rencana total Mu.
4) Dilakukan
pemeriksaan apakah benar-benar perlu balok bertulangan rangkap. Dari tabel
apendiks A diperoleh nilai k maksimum untuk digunakan menghitung MR balok bertulangan baja tarik saja.
MR
maksimum = Ø b d2 k
5) Apabila
MR < Mu,
rencanakan balok sebagai balok bertulangan rangkap, dan apabila MR ≥ Mu,
balok direncanakan sebagai balok bertulangan tarik saja.
Apabila harus direncanakan sebagai balok
bertulangan rangkap :
6) Menghitung
rasio penulangan pasangan kopel gaya beton tekan dan tulangan baja tarik , ρ = 0,90 ( ρmaks ) = 0,90 (0,75 ρb )
Nilai ρ tersebut digunakan untuk mencari k pada Tabel.
7) Menentukan
kapasitas momen dari pasangan kopel gaya beton tekan dan tulangan baja tarik.
MR1
= Ø b d2 k
Menghitung tulangan baja tarik yang
diperlukan untuk pasangan kopel gaya beton tekan dan tulangan baja tarik,
Ast
perlu = ρbd
8) Menghitung
selisih momen, atau momen yang harus ditahan oleh pasangan gaya tulangan baja
tekan dan tarik tambahan, MR2 =
Mu - MR1
9) Dengan
berdasarkan pada pasangan kopel gaya tulangan baja tekan dan tarik tambahan,
hitung gaya tekan pada tulangan yang diperlukan
(anggap bahwa d’ = 70 mm).
Nd2
=
10) Dengan Nd2 = As fy, hitung fs’ sedemikian sehingga As’ dapat
ditentukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan letak garis netral
dari pasangan gaya beton tekan dan tulangan baja tarik kemudian memeriksa regangan
εs’ pada tulangan tekan, sedangkan nilai εy didapat dari Tabel.
a =
c =
εs’ =
(0,003)
apabila εs’≥ εy,
tulangan baja tekan telah meluluh pada momen ultimit dan fs’= fy
sedangkan apabila εs’< εy hitunglah fs’ = εs Es
dan
gunakan tegangan tersebut untuk langkah berikutnya.
11) Karena
Nd2 = As
fy
maka As’ perlu =
12) Menghitung
As2 perlu =
13) Menghitung
jumlah luas tulangan baja tarik total yang diperlukan, As = As1
+ As2
14) Memilih
batang tulangan baja tekan As’.
15) Memilih
batang tulangan baja tarik (As’). Periksa lebar balok dengan
mengusahakan agar tulangan dapat dipasang dalam satu lapis saja.
16) Memeriksa
d aktual dan bandingkan dengan d teoritis. Apabila d aktual sedikit lebih besar, berarti
rancangan agar konservatif (lebih aman). Apabila d aktual lebih kecil yang berarti perancangan
kurang aman, dilakukan perencanaan ulang.
17) Berikan
sketsa rancangan.
D. Pembebanan
Pada Struktur Bangunan Bertingkat
Dalam menjalankan fungsinya, setiap
struktur akan menerima pengaruh dari luar yang perlu dipikul. Selain pengaruh
dari luar, sistem struktur yang terbuat dari material bermassa, juga akan
memikul beratnya sendiri akibat pengaruh gravitasi. Selain pengaruh dari luar
yang dapat diukur sebagai besaran gaya atau beban, seperti berat sendiri
struktur, beban akibat hunian atau penggunaan struktur, pengaruh angin atau
getaran gempa, tekanan tanah atau tekanan hidrostatik air, terdapat juga
pengaruh luar yang tidak dapat diukur sebagai gaya.
1.
Beban
Mati (Dead Load)
Beban Mati (Dead Load) adalah beban yang memiliki besar yang konstan dan
terdapat pada suatu posisi tertentu. Beban mati meliputi berat srtuktur yang
sedang kita tinjau, termasuk semua bagian pelengkap yang melekat pada struktur
secara permanen. Untuk bangunan beton bertulang, beberapa dari beban mati
tersebut adalah berat portal, dinding, lantai, langit-langit, tangga, atap dan
saluran air.
Untuk mendesain sebuah struktur,
kita harus dapat memperkirakan berat atau beban mati dari berbagai bagian
struktur yang akan digunakan dalam analisis. Ukuran dan berat pasti dari
bagian-bagian struktur tidak dapat diketahui secara tepat sebelum analisis
struktur selesai dibuat dan batang-batang struktur telah ditentukan. Berat,
seperti yang telah ditentukan dari desain actual, harus dibandingkan dengan
berat yang diperkirakan. Jika ada perbedaan yang besar, analisis dan desain
yang sudah dilakukan harus diulang kembali guna mendapatkan perkiraan berat
yang lebih baik.
Perkiraan berat struktur yang masuk
akal dapat diperoleh dengan cara melihat struktur-struktur yang serupa atau
bisa juga dengan melihat berbagai tabel dan rumus yang terdapat di dalam
kebanyakan buku pegangan teknik sipil. ( McCormac, 2000:30)
Beban
mati yang diperhitungkan terdiri dari :
a. Berat kolom sendiri
b.
Berat sendiri balok induk, balok sloof, balok anak, balok ring.
c. Berat dinding precast
d.
Berat pelat lantai
e.
Berat penutup lantai
Besarnya beban mati pada suatu gedung dapat di lihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 2.1. Berat sendiri bangunan gedung
No
|
Bahan Bangunan
|
Berat Sendiri (Kg/m3)
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
|
Baja
Batu
alam
Batu
belah, batu bulat, atau batu gunung (berat tumpuk)
Batu
karang (berat tumpuk)
Batu
pecah
Besi
tuang
Beton
Beton
bertulang
Kayu
(kelas I)
Kerikil,
koral (kering udara sampai lembab, tanpa ayak)
Pasangan
bata merah
Pasangan
batu belah, batu bulat, batu gunung
Pasangan
batu cetak
Pasangan
batu karang
Pasir
(kering udara sampai lembab)
Pasir
(jenuh air)
Pasir
kerikil, koral (kering udara sampai lembab)
Tanah,
lempung dan lanau (kering udara sampai lembab)
Tanah,
lempung dan lanau (basah)
Timah
hitam (timbel)
|
7850
2600
1500
700
1450
7250
2200
2400
1000
1650
1700
2200
2200
1450
1600
1800
1850
1700
2000
11400
|
(Sumber :
Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983)
Tabel 2.2. Berat sendiri komponen gedung
No
|
Komponen Bangunan
|
Berat Sendiri (Kg/m2)
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
1112.
|
Adukan,
per cm tebal:
-
Dari
semen;
-
Dari
kapur, semen merah atau tras.
Aspal,
termasuk bahan-bahan mineral penambah, per cm tebal.
Dinding
pasangan bata merah:
-
Satu
batu
-
Setengah
batu
Dinding
pasangan batako:
Berlubang:
-
Tebal
dinding 20 cm (HB 20)
-
Tebal
dinding 10 cm (HB 10)
Tanpa
lubang:
-
Tebal
dinding 15 cm
-
Tebal
dinding 10 cm
Langit-langit
dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung langit-langit atau
pengaku), terdiri dari:
-
Semen
asbes (eternity dan bahan lain sejenis), dengan tebal maksimum 4 mm;
-
Kaca,
dengan tebal 3-4 mm
Lantai
kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit dengan bentang maksimum
5 m dan untuk beban hidup maksimum 200 kg/m2.
Penggantung
langit-langit (dari kayu), dengan bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s
minimum 0,80 m.
Penutup
atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidang atap.
Penutup
atap sirap dengan reng dan usuk/kaso, per m2 bidang atap.
Penutup
atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng.
Penutup
ubin dari semen Portland, teraso dan beton, tanpa adukan, per cm tebal.
Semen
asbes gelombang (tebal 5 mm).
|
21
17
14
450
250
200
120
300
200
11
10
40
7
50
40
10
24
11
|
(Sumber:
Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983)
2.
Beban
Hidup (Live Load)
Beban
hidup adalah semua beban yang terjadi akibat pemakaian dan penghunian suatu
gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang
dapat berpindah dan atau beban akibat air hujan pada atap. (SNI Beton 03-2847-2002, Pasal 3.8)
Tabel 2.3. Beban Hidup
Beban Hidup
|
Kg/m2
|
a. Lantai dan
tangga, kecuali yang di sebut dalam (b)
b. Lantai dan
rumah tinggal sederhana dan gudang-gudang tidak penting, yang bukan untuk
toko atau ruang kerja
c. Lantai
sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, restorant, hotel, asrama dan rumah
sakit.
d. Lantai ruang
olahraga
e. Lantai ruang
dansa
f. Lantai
dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang lain dari pada yang di
sebut dalam (a) s/d (e), seperti mesjid, gereja, ruang pagelaran, ruang
rapat, bioskop, dan panggung penonton dengan tempat duduk tetap.
g. Panggung
penonton tempat duduk tidak tetap atau untuk penonton yang berdiri
h. Tangga,
bordes tangga, lantai, dan gang dari ruang-ruang yang disebut dalam poin (c)
i.
Tangga, bordes tangga, lantai, dan gang dari ruang-ruang yang disebut dalam
poin (d), (e), (f) dan (g)
j.
Lantai ruang pelengkap dari ruang-ruang yang di sebut (c), (d), (e), (f), dan
(g)
k. Lantai untuk
: pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, toko buku, toko besi,
ruang alat-alat danruang mesin, harus direncanakan terhadap beban hidup yang
ditentukan tersendiri, dengan minimum
l.
Lantai gedung parkir bertingkat :
-
Untuk lantai bawah
-
Untuk lantai tingkat lainnya
m. Balkon-balkon yang
menjorok bebas keluar harus direncanakan terhadap beban hidup dari lantai
ruang yang berbatasan, dengan minimum
|
200
125
250
400
500
400
500
300
500
250
400
800
400
300
|
(Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia
untuk Gedung 1983)
Beban hidup pada atap gedung, yang dapat dicapai dan
dibebani oleh orang, harus diambil minimum
sebesar 100 kg/m2 bidang datar.
Atap dan atau bagian atap yang tidak dapat dicapai dan dibebani
oleh orang, harus
diambil yang menentukan
(terbesar) dari:
·
Beban terbagi rata air hujan:
Wah= 40 – 0.8 α
dengan,
α = sudut
kemiringan atap, derajat ( jika α > 50ºdapat diabaikan).
Wah =
beban air hujan, kg/m2(min. Wahatau 20 kg/m2)
·
Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang
pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg.
Balok tepi atau gording tepi dari
atap yang tidak cukup ditunjang oleh dinding atau penunjang
lainnya dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup terpusat
sebesar minimum 200 kg.
Beban hidup horizontal
perlu ditinjau akibat gaya desak orang yang nilainya berkisar 5%s/d 10% dari
beban hidup vertikal (gravitasi).
Reduksi beban hidup pada
perencanaan balok induk dan portal (beban vertikal/gravitasi), untuk
memperhitungkan peluang terjadinya nilai beban hidup yang berubah-ubah, beban hidup merata
tersebut dapat dikalikan dengan koefisien reduksi.
Reduksi beban hidup pada perencanaan balok induk dan
portal (beban horisontal/gempa dan angin), dapat dikalikan dengan faktor reduksi.
Tabel 2.4.Koefisien
Reduksi Beban Hidup
Penggunaan
Beban Gedung
|
Koefisien
Reduksi Beban Hidup
|
|
Peninjauan
Beban Gravitasi
|
Peninjauan
Beban Gempa
|
|
PERUMAHAN/HUNIAN
Rumah
tinggal, asrama, hotel, rumah sakit.
PENDIDIKAN
Sekolah,
ruang kuliah.
PERTEMUAN
UMUM
Masjid,
gereja, bioskop, restoran, ruang dansa,
ruang
pagelaran.
PERKANTORAN
Kantor,
bank.
PERDAGANGAN
Toko,
toserba, pasar.
PENYIMPANAN
Gudang,
perpustakaan, ruang arsip.
INDUSTRI
Pabrik,
bengkel.
TEMPAT
KENDARAAN
Garasi,
gedung parkir.
GANG DAN
TANGGA
-
perumahan/hunian.
-
pendidikan, kantor.
-
pertemuan umum, perdagangan, penyimpa- nan,industri,
tempat kendaraan.
|
0,75
0,90
0,90
0,60
0,80
0,80
1,0
0,90
0,75
0,75
0,90
|
0,30
0,50
0,50
0,30
0,80
0,80
0,90
0,50
0,30
0,50
0,50
|
(Sumber :
Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983)
Pada perencanaan unsur-unsur struktur vertikal seperti
kolom-kolom dan dinding-dinding serta fondasinya yang memikul lantai tingkat,
beban hidup penuh tanpa dikalikan dengan koefisien reduksi tetap harus ditinjau
pada:
·
lantai gudang, ruang arsip, perpustakaan dan ruang penyimpanan
sejenis
·
lantai ruang yang memikul beban berat tertentu
yangbersifat tetap, seperti alat-alat dan mesin.
Pada perencanaan pondasi, beban hidup pada lantai yang
menumpu di atas tanah harus turutditinjau, diambil penuh tanpa dikalikan
koefisien reduksi.
Tabel 2.5.Koefisien
Reduksi Beban Hidup Kumulatif
Jumlah lantai yang dipikul
|
Koefisien
reduksi yang dikalikan kepada beban hidup kumulatif
|
1
2
3
4
5
6
7
8 dan lebih
|
1,0
1,0
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
|
(Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung
1983)
3.
Beban
Gempa
Beban gempa
adalah salah satu beban yang harus diperhitungkan jika kita mendesain suatu
bangunan di daerah yang rawan gempa. Tidak seperti beban-beban tipe lainnya
dimana besarnya tidak dipengaruhi oleh struktur bangunan yang terkena gempa,
besarnya beban gempa sangat dipengaruhi oleh kondisi struktur bangunannya. Ini
terjadi karena beban gempa bekerja melalui lapisan tanah yang bergerak siklis
baik dalam arah horisontal maupun vertikal. Gerakan siklis ini akan menyebabkan
bagian bawah suatu bangunan untuk ikut bergerak mengikuti gerakan lapisan tanah
dimana bangunan tersebut berdiri. Karena bangunan memiliki massa, maka inersia
massa dari bagian atas bangunan memberikan tahanan terhadap pergerakan. Gaya
tahanan inilah yang kita kenal sebagai beban gempa. Dari sini jelas bahwa beban
gempa sangat tergantung dari massa suatu bangunan. Selain itu beban gempa juga
dipengaruhi oleh kekakuan dari struktur bangunan. Kalau kakakuan struktur dari
bangunan itu sangat tinggi, maka bagian atas bangunan juga akan bergerak
bersama-sama dengan bagian bawah, atau dengan kata lain periode dari struktur
sama dengan periode dari gelombang gempa. Dalam hal ini, jika massa bangunan
adalah m, dan percepatan gempa adalah a, maka beban/ gaya yang
bekerja pada bangunan tersebut adalah F = m x a. Struktur
jenis ini biasanya ditemui pada bangunan-bangunan rendah (bertingkat
rendah). Sedangkan untuk bangunan bertingkat menengah, strukturnya mempunyai
sedikit fleksibilitas sehingga biasanya gaya gempa F < m x
a. Sedangkan untuk bangunan bertingkat tinggi, strukturnya biasanya
mempunya periode alaminya yang besar. Sehingga jika dikenai gelombang gempa
yang berkepanjangan, akan terjadi kemungkinan terkena gempa dengan periode
gelombang yang hampir sama dengan periode alami dari struktur. Jika hal ini
terjadi maka akan terjadi resonansi yang akan mengakibat goncangan yang besar
pada struktur. Dalam hal ini maka beban gempa yang terjadi F > m
x a. Jadi terlihat disini beban gempa yang terjadi di struktur suatu
bangunan sangat bergantung pada konfigurasi dari strukturnya.
E. Ketentuan Umum Bangunan Gedung
Dalam Pengaruh Gempa
1. Klasifikasi
Gempa
a.
Beban
Gempa Rencana
Beban
gempa gencana adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya dalam rentang
masa layan gedung 50 tahun adalah 10 % atau nilai beban gempa yang perioda
ulangnya adalah 500 tahun. (Peraturan
Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 4.1.1)
b.
Beban
Gempa Nominal
Nilai
beban gempa nominal ditentukan oleh tiga hal, yaitu oleh besarnya gempa
rencana, oleh tingkat daktilitas yang dimiliki struktur yang terkait, dan oleh
tahanan lebih yang terkandung di dalam struktur tersebut. Menurut standar ini,
tingkat daktilitas struktur bangunan gedung dapat ditetapkan sesuai dengan
kebutuhan, sedangkan faktor tahanan lebih f1
untuk struktur bangunan gedung secara umum nilainya adalah sekitar
1,6. Dengan demikian, beban gempa nominal adalah beban akibat pengaruh gempa
rencana yang direduksi dengan faktor daktilitas struktur dan faktor tahanan
lebih f1.
(Peraturan
Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 4.1.2)
c.
Beban
Gempa Sedang
Beban
gempa sedang adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya dalam rentang
masa layan gedung 50 tahun adalah 50 % atau nilai beban gempa yang perioda
ulangnya adalah 75 tahun. Akibat beban gempa sedang tersebut struktur bangunan
gedung tidak boleh mengalami kerusakan struktural namun dapat mengalami
kerusakan non struktural ringan. (Peraturan
Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 4.1.3)
d.
Beban
Gempa Kuat
Beban
gempa kuat adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya dalam rentang
masa layan gedung 50 tahun adalah 2 % atau nilai beban gempa yang perioda
ulangnya adalah 2500 tahun. Akibat beban gempa kuat tersebut struktur bangunan
gedung dapat mengalami kerusakan struktural yang berat namun harus tetap dapat
berdiri sehingga korban jiwa dapat dihindarkan. (Peraturan
Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 4.1.4)
2. Kategori
Gedung
Standar
ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan
struktur banguna gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Untuk
berbagai kategori gedung, bergantung
pada tingkat kepentingan gedung
pasca gempa, pengaruh
gempa rencana terhadap bangunan gedung harus dikalikan dengan suatu faktor
keutamaan (I). Faktor keutamaan (I) bangunan tergantung kategori bangunan
itu sendiri seperti terlihat pada tabel 2.6. (Peraturan
Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 4.2)
Tabel 2.6. Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung atau bangunan
Kategori
gedung atau bangunan
|
Faktor
Keutamaan (I)
|
Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan
perkantoran
|
1
|
Monumen dan bangunan monumental
|
1
|
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit,
instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam
keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi
|
1,5
|
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas,
produk minyak bumi, asam, bahan beracun
|
1,5
|
Cerobong, tangki di atas menara
|
1,25
|
(Sumber : Peraturan Gempa SNI 03-1726-2003
Pasal 4.2)
3. Faktor Reduksi Gempa Maksimum
Faktor reduksi (Rm)
adalah nilai faktor reduksi gempa yang maksimum dapat dikerahkan oleh bangunan
gedung tersebut dan yang nilainya ditetapkan SNI untuk berbagai sistem struktur
bangunan dan dapat dilihat
pada lampiran.
4.
Wilayah
Gempa dan Spektrum Respons
Indonesia ditetapkan terbagi
dalam 6 wilayah gempa seperti ditunjukkan dalam gambar 2.1, dimana wilayah
gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6
dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini, didasarkan atas percepatan
puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan perioda ulang 500
tahun yang nilai reratanya untuk setiap wilayah gempa ditetapkan dalam gambar 1
dan tabel 2.7. Selanjutnya yang dimaksud dengan wilayah gempa ringan adalah
wilayah 1 dan 2, wilayah gempa sedang adalah wilayah 3 dan 4, dan wilayah gempa
berat adalah wilayah 5 dan 6. (Peraturan
Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 4.7.1)
Mengingat pada kisaran waktu getar alami
pendek 0 ≤ T ≤ 0,2 detik terdapat ketidakpastian, baik dalam karakteristik
gerakan tanah maupun dalam tingkat daktilitas strukturnya, faktor respon gempa C
menurut spektrum respons gempa rencana Pasal 4. 7. 4, dalam kisaran waktu getar
alami pendek tersebut, nilainya tidak diambil kurang dari nilai maksimumnya
untuk jenis tanah yang bersangkutan. (SNI, 2003:17)
5.
Pembatasan Waktu Getar Alami Fundamental
Untuk
mencegah penggunaan struktur bangunan gedung yang terlalu fleksibel, nilai
waktu getar alami fundamental T1 dari struktur bangunan gedung harus
dibatasi, bergantung pada koefisien ζ untuk wilayah gempa dan jenis struktur
bangunan gedung, menurut persamaan
T1< ζ H3/4
dimana
H adalah tinggi total struktur dalam
meter dan koefisien ζ ditetapkan menurut tabel 2.7 (Peraturan
Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 5.6)
Tabel
2.7
Koefisien ζ yang membatas waktu getar alami struktur bangunan gedung
Wilayah
Gempa dan Jenis Struktur
|
ζ
|
Sedang dan ringan; rangka baja
|
0,119
|
Sedang dan ringan; rangka beton dan RBE
|
0,102
|
Sedang dan ringan ; bangunan lainnya
|
0,068
|
Berat ; rangka baja
|
0,111
|
Berat ;
rangka beton dan RBE
|
0,095
|
Berat ; bangunan lainnya
|
0,063
|
6.
Perencanaan Struktur Bangunan Gedung Beraturan
Apabila
kategori gedung memiliki faktor keutamaan I menurut tabel 2.6 dan
strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah
pembebanan gempa rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar alami
fundamental T1, maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen V
yang terjadi di tingkat dasar dapat
dihitung menurut persamaan:
Dimana
C adalah nilai factor respons gempa yang didapat dari spectrum respons gempa
rencana menurut gambar 2.2 untuk waktu getar alami fundamental T1.
Berat struktur Wt ditetapkan sebagai jumlah dari beban-beban berikut ini :
a.
Beban mati total dari struktur bangunan gedung.
b.
Bila digunakan dinding partisi pada perencanaan lantai maka harus
diperhitungkan tambahan beban sebesar 0,5 kPa.
c.
Pada gudang-gudang dan tempat-tempat penyimpanan barang maka
sekurang-kurangnya 25% dari beban hidup rencana harus diperhitungkan.
d.
Beban tetap total dari seluruh peralatan dalam struktur bangunan gedung
harus diperhitungkan. (Peraturan Gempa SNI
03-1726-2003
pasal 6.1.2)
F.
Kombinasi
Beban
Faktor beban diperlukan dalam
analisis beban suatu gedung agar struktur dan komponen struktur memenuhi syarat
kekuatan dan layak pakai terhadap bermacam-macam kombinasi beban. Berdasarkan
SNI Beton 03-2847-2002 pasal 11.2, kombinasi beban yang harus dipenuhi yaitu:
1.
Kuat
Perlu dan Beban Terfaktor
Kuat Perlu dan Beban
Terfaktor adalah kekuatan struktur yang dibutuhkan dalam menampung beban-beban
yang bekerja pada struktur tersebut. Berikut adalah spesifikasi Kuat Perlu Beban
Terfaktor pada suatu struktur gedung:
1) Kuat
perlu (U) untuk menahan beban mati (D) paling tidak harus sama dengan
U=
1,4D
Kuat perlu (U) untuk
menahan beban mati (D), beban hidup (L), dan juga beban atap (A) atau beban
hujan (R), paling tidak harus sama dengan
U
= 1,2D + 1,6L + 0,5 ( A atau R )
2) Bila
ketahanan struktur terhadap beban angin (W) harus diperhitungkan dalam
perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban (D), (L), dan (W) berikut harus
ditinjau untuk menentukan nilai (U) yang terbesar yaitu :
U
= 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 ( A atau R )
Kombinasi beban juga
harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup (L) yang penuh dan kosong untuk
mendapatkan kondisi yang paling berbahaya, yaitu :
U
= 0,9 D ± 1,6 W
3) Bila
ketahanan struktur terhadap beban gempa (E) harus diperhitungkan dalam
perencanaan, maka nilai kuat perlu (U) harus diambil sebagai :
U
= 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E
atau
U
= 0,9 D ± 1,0 E
4) Kuat
perlu (U) yang menahan beban tambahan akibat tekanan tanah (H ) maka persamaan
no. 1, 2, dan 3 ditambahkan dengan 1,6 H
U
= 1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( A atau R ) + 1,6 H
U
= 0,9 D ± 1,6 W + 1,6 H
U
= 0,9 D ± 1,0 E + 1,6 H
5) Kuat
perlu (U) yang menahan beban tambahan akibat tekanan fluida (F)
U
= 1,4 (D + F)
U
= 1,2 D + 1,6 L +0,5 (A atau R) + 1,2 F
6) Kuat
perlu (U) yang menahan beban tambahan akibat pengaruh struktural (T)
U
= 1,2 (D + T) + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
G. Metode Perhitungan Menggunakan
Program Analisa Struktur
Pada analisa struktur SAP 2000, maka
penyelesaian dilakukan dengan membagi model menjadi elemen-elemen kecil. Adapun
elemen (delta-elemen) adalah identik dengan ‘unit pendekatan’ yang bisa
disebuat sebagai representasi, yaitu suatu formulasi matematis dari suatu model
struktur yang dianggap sebagai representasi yang paling mendekati sifat
struktur real. Untuk itu, maka sifat struktur real tentu dapat berbeda-beda,
umumnya dapat difokuskan pada sifat-sifat dominan yang ada, mulai dari kondisi
tumpuan (tanah/pondasi), cara penyaluran beban (lentur atau aksial atau
keduanya) maupun sifat fisik struktur itu sendiri, batang langsing atau bidang
atau solid 3D SAP 2000. Karena itu, prinsip dasar elemen ini perlu dipelajari.
Pemahaman akan metode elemen sangat diperlukan.
Misalnya saja pada kasus tiang yang
memerlukan pemodelan tiang non-prismatis dengan beban sentris. Mula-mula tanah
pondasi dapat dianggap sebagai tumpuan rigid karena hanya menahan gaya aksial.
Anggapan tersebut belum tentu benar jika beban yang bekerja adalah eksentris
hingga timbul momen guling. Karena itu tumpuan perlu didesain untuk menerima momen.
Karena itu, kondisi tiang
non-prismatis selanjutnya didekati sebagai tiang-tiang prismatis yang ukurannya
bervariasi dari bawah ke atas. Perlu diingat, bahwa semakin banyak tiang-tiang
prismatis yang digunakan, maka perilakunya akan semakin mendekati kondisi tiang
real (tiang non-prismatis). Proses selanjutnya tiang-tiang prismatis akibat
beban sentris hanya akan mengalami deformasi aksial saja sehingga bila tiang
prismatis tersebut dimodelkan sebagai element satu dimensi masih memungkinkan.
Adapun untuk parameter geometri yang dominan adalah luasan (A) dan panjang (L)
penampang tiang prismatis. Maka element satu dimensi pada program SAP 2000
adalah element FRAME. Sesungguhnya, dalam kenyataannya, tidak semua struktur
selalu dapat dimodelkan sebagai element satu dimensi. Maka pada kasus-kasus
tertentu diperlukan model elemen dua dimensi atau bahkan tiga dimensi.
Program
analisa struktur merupakan program versi terakhir yang paling lengkap dari
seri-seri program analisa struktur SAP lainnya baik SAP 80 maupun SAP 90.
Keunggulan SAP 2000 antara lain ditunjukkan dengan adanya fasilitas design baja dengan mengoptimalkan profil
untuk masing-masing elemen, tetapi cukup memberikan data profil secukupnya dan
program akan memilih sendiri profil yang paling optimal dan ekonomis.
1.
Langkah-Langkah
Utama Analisa Program Analisa Struktur
a. Samakan
satuan;
b. Buat
model struktur;
c. Definisikan
material yang dipakai;
d. Definisikan
profil yang dipakai;
e. Aplikasi
profil pada struktur;
f. Definisikan
beban;
g. Aplikasikan
beban;
h. Cek
gambar struktur model program analisa struktur;
i. Jalankan
analisis;
j. Cek
hasil analisis;
2.
Langkah-Langkah
Analisis dan Disain Struktur Program Analisa Struktur
a. Menetapkan
Satuan
Pilih satuan pada pojok
kanan bawah (misal: kg-m, kg-cm)
b. Membuat
dokumen baru
Klik File>New> Pilih model struktur
c. Membuka
Dokumen
Klik File>Open> Pilih
nama file
d. Menyimpan
File
Klik File> Pilih Save/Save As> Ketik nama file>Ok
e.
Mendefinisikan Material
Klik Define>Materials>
Pilih Add New Material>Input Data Material
f.
Mendefinisikan Penampang Frame
Klik Define>Frame Section>Add New Property>Pilih Frame Section Property
Type >Input dimensi penampang
>Ok >Ok
g. Mendefinisikan
Penampang Shell
Klik Define>Area Section>
Pilih Shell> Pilih Add New Section> Ketik
nama Shell>Input Data Shell
h.
Mendefinisikan Jenis Beban
Klik Define>Load Case>
Ketik nama beban pada Load Name,
pilih Type, pada Self Weight Multiplier ketik 1 (berat sendiri dihitung) ketik 0
(berat sendiri tidak dihitung) > Klik Add
New Load untuk menambah, klik Modify
Load untuk Modifikasi >Ok
i.
Mendefinisikan Jenis Analisis.
Klik Define>Analisis Case>
Klik Add New Case atau Modify/Show Case> Ketik nama jenis
analisis pada Analysis Case Name,
pilih Analysis Type, pilih Load Applied>Ok
j.
Mendefinisikan Kombinasi Beban
Klik Define >Combinations>
Klik Add New Combo> Ketik nama
kombinasi pada Response Combination Name,
pilih Case Name, ketik Scale Factor, klik Add >Ok
k.
Membuat Grid Struktur
Klik kanan mouse>Edit Grid >
Pada System pilih Global> Pilih Modify/Show System>
Ketik koordinat sumbu X, Y, Z pada Ordinate>Ok
l. Assign
Penampang dan Beban ke Elemen Struktur
1)
Assign
Penampang Frame
Pilih elemen frame> Klik Assign>
Pilih Frame> Pilih Frame Section>
Pilih penampang > Ok
2) Assign
Beban Frame
Pilih elemen frame> Klik Assign>
Pilih Frame Loads
3) Assign
Penampang Shell
Pilih elemen Shell> Klik Assign>
Pilih Area> Pilih Section> Pilih nama Shell pada Section>Ok
4) Assign
Beban Shell
Pilih elemen Shell> Klik Assign>
Pilih Area Loads> Pilih Uniforn (Shell) > Pilih beban, ketik nilai beban >Ok
m. Memberi
Kondisi Batas Atau Perletakan pada Joint
Elemen Struktur
Pilih Joint Struktur > Klik Assign>
Pilih Joint> Pilih Restraints> Pilih jenis perletakan
>Ok
n. Menampilkan
nomor, penampang, Local AxesJoint/Frame/Shell/Solid.
Klik View> Pilih Set Display
Options> Pilih item yang diinginkan >Ok
o. Analysis
1) Set Analysis Options
Klik Analyze>
Pilih Set Analysis Options DOF (Degree of Freedom) dari struktur 2D >Ok
2) Analysis
Klik Analyze>
Pilih Run Analysis atau tekan F5 >
Pilih Analysis Case yang akan di Running >Run Now
p. Menampilkan
Deformasi
Klik Display > Pilih Show Deformed Shape> Pilih Case/Combo
Name >Ok
q. Menampilkan
Reaksi Perletakan
Klik Display> Pilih Show Force/Stresses> Pilih Joint> Pilih Case/Combo Name >Ok
r. Menampilkan
Gaya-Gaya dalam Frame
Klik Display> Pilih Show
Force/Stresses> Pilih Frame/Cables>Case/Combo
Name > Pilih Component, Scaling, Options>Ok
s. Design
1) Sebelum
melakukan proses design, terlebih dahulu harus menetapkan nilai faktor reduksi
kekuatan struktur berdasarkan peraturan.
Klik Options>Preferences > Pilih Frame Concrete Design>Input nilai faktor reduksi >Ok
2) Pilih
Jenis Kombinasi Beban
Klik Design
> Pilih Frame Concrete Design>
Pilih Select Design Combos>
Pindahkan kombinasi beban yang dipilih dari List
of Combos ke Design Combos >Ok
3) Proses
Design
Klik Design>
Pilih Frame Concrete Design>Start Design/Check of Structure
Catatan:
a) Bila
penampang tidak cukup, maka ditandai dengan O/S (Over Stress);
b) Luas
tulangan longitudinal dalam satuan m2, mm2, cm2,
dan sebagainya;
Luas tulangan geser dalam satuan m2/m,
mm2/mm, cm2/cm, dan sebagainya.