Kamis, 22 Desember 2016

Cara Menentukan Dimensi Balok Akibat Menggunakan Bata Konvensional dan Bata Ringan


Cara Menentukan Dimensi Balok Akibat Menggunakan Bata Konvensional dan Bata Ringan

A.  Tinjauan Umum
Pada tahap perencanaan struktur gedung, perlu dilakukan tinjauan pustaka untuk mengetahui hubungan antar susunan fungsional gedung dengan sistem struktural yang akan direncanakan untuk digunakan. Disamping itu juga untuk mengetahui dasar-dasar teorinya.
Perencanaan struktur merupakan unsur yang penting pada pembangunan suatu gedung agar dapat menghasilkan gedung yang kuat, aman, nyaman namun tetap ekonomis.
Sebagian besar dari elemen struktur dapat dianalisis secara sederhana, misalkan elemen satu dimensi (seperti balok, kolom, busur, elemen rangka) atau elemen dua dimensi (seperti slab, pelat, dan cangkang). Namun, untuk beberapa elemen seperti shear wall membutuhkan analisa yang lebih mendalam lagi.
Untuk lebih mudahnya, sistem struktur dapat dipisahkan kedalam dua mekanisame penyaluran beban, diantaranya ialah pemikul beban gravitasi dan pemikul beban lateral, walaupun dalam kenyataannya, kedua sistem ini bekerja bersamaan sebagai suatu kesatuan. Walaupun bangunan merupakan struktur tiga dimensi, namun untuk penggolongan elemen struktural biasanya hanya ditinjau dalam dua sistem, yaitu sistem horizontal (lantai), dan sistem vertikal (portal).
Pada sistem struktural yang ada di gedung, elemen balok adalah elemen yang paling banyak digunakan sebagai elemen penting dalam konstruksi. Balok adalah bagian dari struktural sebuah bangunan yang kaku dan dirancang untuk menanggung dan mentransfer beban menuju elemen-elemen kolom penopang. Balok dikenal sebagai elemen lentur, yaitu elemen struktur yang dominan memikul gaya dalam berupa momen lentur dan juga geser.

Untuk mendimensi suatu balok, beban yang dipikul oleh suatu balok akan mempengaruhi perencanaan dimensi balok. Salah satu beban yang berpengaruh terhadap perencanaan dimensi balok adalah berat struktur dinding yang digunakan pada suatu bangunan. Umumnya pada pekerjaan dinding menggunakan bata konvensional atau bata ringan.
Pada bab ini akan dijelaskan tentang pengertian balok, material yang dipakai pada pekerjaan dinding, dan pembebanan pada balok.

B.  Pengertian Bata Konvensional dan Bata Ringan
1.    Bata Konvensional
Bata konvensional atau yang sering dikenal dengan bata merah merupakan bahan bangunan yang terbuat dari tanah liat dan mineral-mineral lain yang dibentuk dalam ukuran tertentu, biasanya ukuran 24x12x6 cm dan sudah dibersihkan lalu diberi air secukupnya dan dicetak berbentuk kotak-kotak. Cetakan untuk bata konvensional biasanya terbuat dari kayu yang dibentuk sedemikian rupa hingga berbentuk kotak.
Adonan yang telah dicetak, dikeluarkan dan dijemur di bawah matahari sampai kering. Batu bata yang sudah kering kemudian disusun menyerupai bangunan yang tinggi kemudian dibakar dalam jangka waktu yang cukup lama, kurang lebih selama 1 hari sampai batu terlihat hangus. Suhu api pada saat pembakaran dapat mencapai 1000 derajat Celcius. Dalam pembakaran batu bata biasa menggunakan rumput atau sekam yang akan membuat batu bata memilki lubang-lubang kecil menyerupai pori-pori.
Salah satu ciri dari batu bata konvensional adalah bentuk yang tidak selalu sama, tidak rapi dan bertekstur kasar. Ini dapat dipahami karena pembuatan batu bata konvensional menggunakan alat-alat yang sederhana dan lebih mengutamakan sumber daya manusia dalam pembuatannya.
Bata merah yang bagus akan keras, tahan api, tahan terhadap pelapukan dan cukup murah sehingga berperan penting dalam membuat dinding dan lantai.

a.        Spesifikasi Bata Merah
·           Berat jenis kering  (ρ)              : 1500 kg/m3
·           Berat jenis normal (ρ)              : 1700 kg/m3
·           Kuat tekan                               : 2,5-25 N/mm2 (SII-0021,1978)
·           Koduktifitas termis                 : 0,380 W/mK
·           Tebal spesi                               : 20-30 mm
·           Ketahanan terhadap api          : 2 jam
·           Jumlah per luasan per 1 m2        : 70-72 buah dengan construction waste

b.        Kelebihan Bata Merah
·           Tidak memerlukan keahlian khusus untuk memasang.
·           Ukurannya yang kecil memudahkan untuk pengangkutan.
·           Mudah untuk membantu bidang kecil.
·           Murah harganya.
·           Mudah mendapatkannya.
·           Perekatnya tidak perlu yang khusus.
·           Tahan panas, sehingga dapat menjadi perlindungan terhadap api.

c.         Kekurangan  Bata Merah
·        Sulit untuk membuat pasangan bata yang rapi
·        Menyerap panas pada musim panas dan menyerap dingin pada musim dingin, sehingga suhu ruangan tidak dapat dikondisikan atau tidak stabil.
·        Siarnya besar-besar cenderung boros dalam penggunaan material perekatnya.
·        Kualitas yang kurang beragam dan juga ukuran yang jarang sama membuat waste-nya dapat lebih banyak.
·        Karena sulit mendapatkan pasangan yang cukup rapi, maka dibutuhkan plesteran yang cukup tebal untuk menghasilkan dinding yang cukup rata.
·        Waktu pemasangan lebih lama dibandingkan bahan dinding lainnya.
·        Berat, sehingga membebani struktur yang menopangnya.
·        Bata merah menimbulkan beban yang cukup besar pada struktur bangunan.

2.    Bata Ringan
Material yang menyerupai beton dan memiliki sifat kuat, tahan air dan api, awet (durable) yang dibuat di pabrik menggunakan mesin. Bata ini cukup ringan, halus dan memiliki tingkat kerataan permukaan yang baik. Bata ringan diciptakan dengan tujuan memperingan beban strukur dari sebuah bangunan konstruksi, mempercepat pelaksanaan, serta meminimalisasi sisa material yang terjadi pada saat proses pemasangan dinding berlangsung.
Memiliki panjang 60 cm, tinggi 20-40 cm dan tebal 7,5 ; 10 ; 12,5 ; 15 ; 17,5 ; 20 cm. Adonannya terdiri dari pasir kwarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan alumunium pasta sebagai bahan pengembang (pengisi udara secara kimiawi). Setelah adonan tercampur sempurna, nantinya akan mengembang selama 7-8 jam.
Alumunium pasta yang digunakan dalam adonan tadi, selain berfungsi sebagai pengembang ia berperan dalam mempengaruhi kekerasan beton. Volume aluminium pasta ini berkisar 5-8 persen dari adonan yang dibuat, tergantung kepadatan yang diinginkan. Adonan beton aerasi ini lantas dipotong sesuai ukuran.

a.        Spesifikasi Bata Ringan
·           Berat jenis kering  (ρ)              : 520 kg/m3
·           Berat jenis normal (ρ)              : 650 kg/m3
·           Kuat tekan                               : > 4,0 N/mm2
·           Koduktifitas termis                 : 0,14 W/mK
·           Tebal spesi                               : 3 mm
·           Ketahanan terhadap api           : 4 jam
·           Jumlah per luasan per 1 m2        : 22-26 buah dengan construction waste

b.        Kelebihan Bata Ringan
·           Memiliki ukuran dan kualitas yang seragam sehingga dapat menghasilkan dinding yang rapi.
·           Tidak memerlukan siar yang tebal sehingga menghemat penggunaan perekat.
·           Lebih ringan dari pada bata biasa sehingga memperkecil beban struktur.
·           Pengangkutannya lebih mudah dilakukan.
·           Pelaksanaannya lebih cepat daripada pemakaian bata biasa.
·           Tidak diperlukan plesteran yang tebal, umumnya ditentukan hanya 2,5 cm saja.
·           Kedap air, sehingga kecil kemungkinan terjadinya rembesan air.
·           Mempunyai kekedapan suara yang baik.
·           Kuat tekan yang tinggi.
·           Mempunyai ketahanan yang baik terhadap gempa bumi.

c.         Kekurangan Bata Ringan
·           Karena ukurannya yang besar, untuk ukuran tanggung, membuang sisa cukup banyak.
·           Perekatnya khusus. Umumnya adalah semen instan, yang saat ini sudah tersedia di lapangan.
·     Diperlukan keahlian khusus untuk memasangnya, karena jika tidak dampaknya sangat kelihatan.
·          Jika terkena air, maka untuk menjadi benar-benar kering dibutuhkan waktu yang lebih lama dari bata biasa. Kalau tetap dipaksakan diplester sebelum kering maka akan timbul bercak kuning pada plesterannya.
·           Harga relatif lebih mahal daripada bata merah.
·      Agak susah mendapatkannya. Hanya toko material besar yang menjualbata ringan ini dan penjualannya pun dalam volume besar.

C.  Pengertian Portal
Portal (Frames) terdiri dari kolom dan balok. Kemampuan untuk menahan beban lateral tergantung pada kekakuan dari sambungan balok-kolom dan kapasitas momen penahan dari masing – masing elemen. Sistem ini biasanya dikenal dengan portal kaku, karena pada masing – masing ujung elemen portal disambung kaku untuk memastikan semua elemen akan bergerak seragam jika bereaksi pada beban. Pada sistem yang menggunakan pelat, pelat akan menggantikan peran balok.

1.    Balok
Balok (Beam) adalah bagian struktur yang didesain untuk menahan beban yang menekuknya. Efek tekuk pada setiap titik diketahui dengan menghitung momen tekuknya. Balok biasanya terbuat dari kayu, baja, campuran baja ringan atau beton bertulang atau beton pratekan.
Balok juga merupakan salah satu pekerjaan beton bertulang. Balok merupakan bagian struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai dan pengikat kolom lantai atas. Fungsinya adalah sebagai rangka penguat horizontal bangunan akan beban-beban.
Apabila suatu gelagar balok bentangan sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur akan terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut. Regangan-regangan balok tersebut mengakibatkan timbulnya tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan di sebelah atas dan tegangan tarik dibagian bawah. Agar stabilitas terjamin, batang balok sebagai bagian dari sistem yang menahan lentur harus kuat untuk menahan tegangan tekan dan tarik tersebut karena tegangan baja dipasang di daerah tegangan tarik bekerja, di dekat serat terbawah, maka secara teoritis balok disebut sebagai bertulangan baja tarik saja (Dipohusodo,1993:23)

2.    Analisis Balok Persegi
a.        Balok Bertulangan Tarik Saja
Analisa penampang balok terlentur dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui dimensi unsur-unsur penampang balok yang terdiri dari: jumlah dan ukuran tulangan baja tarik (As), lebar balok (b), tinggi efektif (d), tinggi total (h), f’c, dan  fy, sedangkan yang dicari adalah kekuatan balok ataupun manifestasi kekuatan dalam bentuk yang lain, misalnya menghitung Mn, atau memeriksa kehandalan dimensi penampang balok tertentu terhadap beban yang bekerja, atau menghitung jumlah beban yang dapat dipikul balok. Dilain pihak, proses perencanaan balok terlentur adalah menentukan satu atau lebih unsur dimensi penampang balok yang belum diketahui, atau menghitung jumlah kebutuhan tulangan tarik dalam penampang berdasarkan mutu bahan dan jenis pembebanan yang sudah ditentukan (Dipohusodo.1994:42) . Adapun ringkasan atau ikhtisar analisis untuk balok persegi terlentur bertulangan tarik saja, dengan urutan sebagai berikut:
1)      Buat daftar hal-hal yang diketahui.
2)       Tentukan apa yang harus dicari ( pekerjaan analisis umumnya mencari R, Mn, beban hidup atau mati yang dapat didukung).
3)      Hitung rasio penulangan :
ρ =
4)      Bandingkan hasilnya dengan  0,75ρb atau ρmaks  juga terhadap ρmin, untuk menentukan apakah penampang memenuhi syarat.
5)      Hitung kedalam blok tegangan beton tekan :
a =
6)      Kemudian ditetapkan nilai ω =
7)      Masukkan dalam ungkapan MR
     MR  = Ø b d2 fc’ ω (1-0,59ω)
8)      Maka didapat nilai k (koefisien tahanan) sebagai berikut:
     k = fc’ ω (1-0,59 ω)
9)      Dengan demikian ungkapan secara umum untuk MR  menjadi :
     MR = Ø b d2 k
10)   Hitunglah tulangan yang diperlukan :
      As = ρ b d

b.        Balok Bertulangan Rangkap
Apabila pengamatan menunjukan bahwa penampang balok persegi bertulangan tarik saja tidak kuat untuk menahan beban tertentu dan ukurannya tidak memungkinkan untuk diperbesar dikarenakan alasan-alasan arsitektural ataupun teknis pelaksanaan, misalnya, pilihan akan jatuh pada balok bertulangan rangkap. (dipohusodo.1994:97)
Dengan demikian ringkasan langkah-langkah perencanaan balok bertulangan rangkap adalah sebagai berikut:
1)      Ukuran balok sudah ditentukan.
2)      Anggap bahwa d = h – 100 mm.
3)      Menghitungmomen rencana total Mu.
4)      Dilakukan pemeriksaan apakah benar-benar perlu balok bertulangan rangkap. Dari tabel apendiks A diperoleh nilai k maksimum untuk digunakan menghitung MR  balok bertulangan baja tarik saja.
MR maksimum  = Ø b d2 k
5)      Apabila MR  < Mu, rencanakan balok sebagai balok bertulangan rangkap, dan apabila MR  Mu, balok direncanakan sebagai balok bertulangan tarik saja.

Apabila harus direncanakan sebagai balok bertulangan rangkap :
6)      Menghitung rasio penulangan pasangan kopel gaya beton tekan dan tulangan baja tarik , ρ = 0,90 ( ρmaks ) = 0,90 (0,75 ρb )
Nilai ρ tersebut digunakan untuk mencari k pada Tabel.
7)      Menentukan kapasitas momen dari pasangan kopel gaya beton tekan dan tulangan baja tarik.
MR1 = Ø b d2 k
Menghitung tulangan baja tarik yang diperlukan untuk pasangan kopel gaya beton tekan dan tulangan baja tarik,
Ast perlu = ρbd
8)      Menghitung selisih momen, atau momen yang harus ditahan oleh pasangan gaya tulangan baja tekan dan tarik tambahan, MR2 = Mu  - MR1
9)      Dengan berdasarkan pada pasangan kopel gaya tulangan baja tekan dan tarik tambahan, hitung gaya tekan pada tulangan yang diperlukan  (anggap  bahwa d’ = 70 mm).
Nd2 =
10)   Dengan  Nd2 = As fy, hitung fs’ sedemikian sehingga As’ dapat ditentukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan letak garis netral dari pasangan gaya beton tekan dan tulangan baja tarik kemudian memeriksa regangan εs’ pada tulangan tekan, sedangkan nilai  εy didapat dari Tabel.
      a =
      c =   
εs’ =  (0,003)
apabila εs’≥ εy, tulangan baja tekan telah meluluh pada momen ultimit dan fs’= fy sedangkan apabila εs’< εy  hitunglah fs’ = εs Es dan gunakan tegangan tersebut untuk langkah berikutnya.
11)  Karena Nd2 = As fy
maka As perlu  =

12)  Menghitung As2 perlu =
13)  Menghitung jumlah luas tulangan baja tarik total yang diperlukan, As = As1 + As2
14)  Memilih batang tulangan baja tekan As’.
15)  Memilih batang tulangan baja tarik (As’). Periksa lebar balok dengan mengusahakan agar tulangan dapat dipasang dalam satu lapis saja.
16)  Memeriksa d aktual dan bandingkan dengan d teoritis.  Apabila d aktual sedikit lebih besar, berarti rancangan agar konservatif (lebih aman). Apabila d  aktual lebih kecil yang berarti perancangan kurang aman, dilakukan perencanaan ulang.
17)  Berikan sketsa rancangan.

D.  Pembebanan Pada Struktur Bangunan Bertingkat
Dalam menjalankan fungsinya, setiap struktur akan menerima pengaruh dari luar yang perlu dipikul. Selain pengaruh dari luar, sistem struktur yang terbuat dari material bermassa, juga akan memikul beratnya sendiri akibat pengaruh gravitasi. Selain pengaruh dari luar yang dapat diukur sebagai besaran gaya atau beban, seperti berat sendiri struktur, beban akibat hunian atau penggunaan struktur, pengaruh angin atau getaran gempa, tekanan tanah atau tekanan hidrostatik air, terdapat juga pengaruh luar yang tidak dapat diukur sebagai gaya.
1.    Beban Mati (Dead Load)
Beban Mati (Dead Load) adalah beban yang memiliki besar yang konstan dan terdapat pada suatu posisi tertentu. Beban mati meliputi berat srtuktur yang sedang kita tinjau, termasuk semua bagian pelengkap yang melekat pada struktur secara permanen. Untuk bangunan beton bertulang, beberapa dari beban mati tersebut adalah berat portal, dinding, lantai, langit-langit, tangga, atap dan saluran air.
Untuk mendesain sebuah struktur, kita harus dapat memperkirakan berat atau beban mati dari berbagai bagian struktur yang akan digunakan dalam analisis. Ukuran dan berat pasti dari bagian-bagian struktur tidak dapat diketahui secara tepat sebelum analisis struktur selesai dibuat dan batang-batang struktur telah ditentukan. Berat, seperti yang telah ditentukan dari desain actual, harus dibandingkan dengan berat yang diperkirakan. Jika ada perbedaan yang besar, analisis dan desain yang sudah dilakukan harus diulang kembali guna mendapatkan perkiraan berat yang lebih baik.
Perkiraan berat struktur yang masuk akal dapat diperoleh dengan cara melihat struktur-struktur yang serupa atau bisa juga dengan melihat berbagai tabel dan rumus yang terdapat di dalam kebanyakan buku pegangan teknik sipil. ( McCormac, 2000:30)
Beban mati yang diperhitungkan terdiri dari :
a.             Berat kolom sendiri
b.             Berat sendiri balok induk, balok sloof,  balok anak, balok ring.
c.             Berat dinding precast
d.             Berat pelat lantai
e.              Berat penutup lantai

  
Besarnya beban mati pada suatu gedung dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1. Berat sendiri bangunan gedung
No
Bahan Bangunan
Berat Sendiri (Kg/m3)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Baja
Batu alam
Batu belah, batu bulat, atau batu gunung (berat tumpuk)
Batu karang (berat tumpuk)
Batu pecah
Besi tuang
Beton
Beton bertulang
Kayu (kelas I)
Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa ayak)
Pasangan bata merah
Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung
Pasangan batu cetak
Pasangan batu karang
Pasir (kering udara sampai lembab)
Pasir (jenuh air)
Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab)
Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembab)
Tanah, lempung dan lanau (basah)
Timah hitam (timbel)
7850
2600
1500
700
1450
7250
2200
2400
1000
1650
1700
2200
2200
1450
1600
1800
1850
1700
2000
11400
(Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983)


Tabel 2.2. Berat sendiri komponen gedung
No
Komponen Bangunan
Berat Sendiri (Kg/m2)
1.


2.

3.


4.






5.





6.


7.

8.

9.

10.

1112.


Adukan, per cm tebal:
-          Dari semen;
-          Dari kapur, semen merah atau tras.
Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per cm tebal.
Dinding pasangan bata merah:
-          Satu batu
-          Setengah batu
Dinding pasangan batako:
Berlubang:
-          Tebal dinding 20 cm (HB 20)
-          Tebal dinding 10 cm (HB 10)
Tanpa lubang:
-          Tebal dinding 15 cm
-          Tebal dinding 10 cm
Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung langit-langit atau pengaku), terdiri dari:
-          Semen asbes (eternity dan bahan lain sejenis), dengan tebal maksimum 4 mm;
-          Kaca, dengan tebal 3-4 mm
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban hidup maksimum 200 kg/m2.
Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum 0,80 m.
Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidang atap.
Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso, per m2 bidang atap.
Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng.
Penutup ubin dari semen Portland, teraso dan beton, tanpa adukan, per cm tebal.
Semen asbes gelombang (tebal 5 mm).

21
17

14

450
250


200
120

300
200




11
10


40

7

50

40

10
24
11
(Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983)


2.    Beban Hidup (Live Load)
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat pemakaian dan penghunian suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah dan atau beban akibat air hujan pada atap. (SNI Beton 03-2847-2002, Pasal 3.8)

Tabel 2.3. Beban Hidup
Beban Hidup
Kg/m2
a.    Lantai dan tangga, kecuali yang di sebut dalam (b)
b.    Lantai dan rumah tinggal sederhana dan gudang-gudang tidak penting, yang bukan untuk toko atau ruang kerja
c.    Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, restorant, hotel, asrama dan rumah sakit.
d.   Lantai ruang olahraga
e.    Lantai ruang dansa
f.     Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang lain dari pada yang di sebut  dalam (a) s/d (e), seperti mesjid, gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop, dan  panggung penonton dengan tempat duduk tetap.
g.    Panggung penonton tempat duduk tidak tetap atau untuk penonton yang berdiri
h.    Tangga, bordes tangga, lantai, dan gang dari ruang-ruang yang disebut dalam poin (c)
i.      Tangga, bordes tangga, lantai, dan gang dari ruang-ruang yang disebut dalam poin (d), (e), (f) dan (g)
j.      Lantai ruang pelengkap dari ruang-ruang yang di sebut (c), (d), (e), (f), dan (g)
k.    Lantai untuk : pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat danruang mesin, harus direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri, dengan minimum
l.      Lantai gedung parkir bertingkat :
-          Untuk lantai bawah
-          Untuk lantai tingkat lainnya
m.  Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan terhadap beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan, dengan minimum
200

125

250
400
500



400

500

300

500

250



400

800
400


300
(Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983)

Beban hidup pada atap gedung, yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar.
Atap dan atau bagian atap yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang menentukan (terbesar) dari:
·         Beban terbagi rata air hujan:
Wah= 40 – 0.8 α
 dengan,
α             =  sudut kemiringan atap, derajat ( jika α > 50ºdapat diabaikan).
Wah         = beban air hujan, kg/m2(min. Wahatau 20 kg/m2)
·         Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg.
Balok tepi atau gording tepi dari atap yang tidak cukup ditunjang oleh dinding atau penunjang lainnya dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup terpusat sebesar minimum 200 kg.
Beban hidup horizontal perlu ditinjau akibat gaya desak orang yang nilainya berkisar 5%s/d 10% dari beban hidup vertikal (gravitasi).
Reduksi beban hidup pada perencanaan balok induk dan portal (beban vertikal/gravitasi), untuk memperhitungkan peluang terjadinya nilai beban hidup yang berubah-ubah, beban hidup merata tersebut dapat dikalikan dengan koefisien reduksi.
Reduksi beban hidup pada perencanaan balok induk dan portal (beban horisontal/gempa dan angin), dapat dikalikan dengan faktor reduksi.


Tabel 2.4.Koefisien Reduksi Beban Hidup
Penggunaan Beban Gedung
Koefisien Reduksi Beban Hidup
Peninjauan Beban Gravitasi
Peninjauan Beban Gempa
PERUMAHAN/HUNIAN
Rumah tinggal, asrama, hotel, rumah sakit.
PENDIDIKAN
Sekolah, ruang kuliah.
PERTEMUAN UMUM
Masjid, gereja, bioskop, restoran, ruang dansa,
ruang pagelaran.
PERKANTORAN
Kantor, bank.
PERDAGANGAN
Toko, toserba, pasar.
PENYIMPANAN
Gudang, perpustakaan, ruang arsip.
INDUSTRI
Pabrik, bengkel.
TEMPAT KENDARAAN
Garasi, gedung parkir.
GANG DAN TANGGA
-          perumahan/hunian.
-          pendidikan, kantor.
-          pertemuan umum, perdagangan, penyimpa- nan,industri, tempat kendaraan.

0,75

0,90


0,90

0,60

0,80

0,80

1,0

0,90

0,75
0,75

0,90

0,30

0,50


0,50

0,30

0,80

0,80

0,90

0,50

0,30
0,50

0,50
(Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983)

Pada perencanaan unsur-unsur struktur vertikal seperti kolom-kolom dan dinding-dinding serta fondasinya yang memikul lantai tingkat, beban hidup penuh tanpa dikalikan dengan koefisien reduksi tetap harus ditinjau pada:
·         lantai gudang, ruang arsip, perpustakaan dan ruang penyimpanan sejenis
·         lantai ruang yang memikul beban berat tertentu yangbersifat tetap, seperti alat-alat dan mesin.
Pada perencanaan pondasi, beban hidup pada lantai yang menumpu di atas tanah harus turutditinjau, diambil penuh tanpa dikalikan koefisien reduksi.

Tabel 2.5.Koefisien Reduksi Beban Hidup Kumulatif
Jumlah lantai yang dipikul
Koefisien reduksi yang dikalikan kepada beban hidup kumulatif
1
2
3
4
5
6
7
8 dan lebih
1,0
1,0
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
(Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983)

3.    Beban Gempa
Beban gempa adalah salah satu beban yang harus diperhitungkan jika kita mendesain suatu bangunan di daerah yang rawan gempa. Tidak seperti beban-beban tipe lainnya dimana besarnya tidak dipengaruhi oleh struktur bangunan yang terkena gempa, besarnya beban gempa sangat dipengaruhi oleh kondisi struktur bangunannya. Ini terjadi karena beban gempa bekerja melalui lapisan tanah yang bergerak siklis baik dalam arah horisontal maupun vertikal. Gerakan siklis ini akan menyebabkan bagian bawah suatu bangunan untuk ikut bergerak mengikuti gerakan lapisan tanah dimana bangunan tersebut berdiri. Karena bangunan memiliki massa, maka inersia massa dari bagian atas bangunan memberikan tahanan terhadap pergerakan. Gaya tahanan inilah yang kita kenal sebagai beban gempa. Dari sini jelas bahwa beban gempa sangat tergantung dari massa suatu bangunan. Selain itu beban gempa juga dipengaruhi oleh kekakuan dari struktur bangunan. Kalau kakakuan struktur dari bangunan itu sangat tinggi, maka bagian atas bangunan juga akan bergerak bersama-sama dengan bagian bawah, atau dengan kata lain periode dari struktur sama dengan periode dari gelombang gempa. Dalam hal ini, jika massa bangunan adalah m, dan percepatan gempa adalah a, maka beban/ gaya yang bekerja pada bangunan tersebut adalah F = m x a. Struktur jenis ini biasanya ditemui pada bangunan-bangunan rendah (bertingkat rendah). Sedangkan untuk bangunan bertingkat menengah, strukturnya mempunyai sedikit fleksibilitas sehingga biasanya gaya gempa F < m x a. Sedangkan untuk bangunan bertingkat tinggi, strukturnya biasanya mempunya periode alaminya yang besar. Sehingga jika dikenai gelombang gempa yang berkepanjangan, akan terjadi kemungkinan terkena gempa dengan periode gelombang yang hampir sama dengan periode alami dari struktur. Jika hal ini terjadi maka akan terjadi resonansi yang akan mengakibat goncangan yang besar pada struktur. Dalam hal ini maka beban gempa yang terjadi F > m x a. Jadi terlihat disini beban gempa yang terjadi di struktur suatu bangunan sangat bergantung pada konfigurasi dari strukturnya.
E.  Ketentuan Umum Bangunan Gedung Dalam Pengaruh Gempa
1.    Klasifikasi Gempa
a.    Beban Gempa Rencana
Beban gempa gencana adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya dalam rentang masa layan gedung 50 tahun adalah 10 % atau nilai beban gempa yang perioda ulangnya adalah 500 tahun. (Peraturan Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 4.1.1)
b.    Beban Gempa Nominal
Nilai beban gempa nominal ditentukan oleh tiga hal, yaitu oleh besarnya gempa rencana, oleh tingkat daktilitas yang dimiliki struktur yang terkait, dan oleh tahanan lebih yang terkandung di dalam struktur tersebut. Menurut standar ini, tingkat daktilitas struktur bangunan gedung dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan faktor tahanan lebih f1 untuk struktur bangunan gedung secara umum nilainya adalah sekitar 1,6. Dengan demikian, beban gempa nominal adalah beban akibat pengaruh gempa rencana yang direduksi dengan faktor daktilitas struktur dan faktor tahanan lebih f1. (Peraturan Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 4.1.2)
c.    Beban Gempa Sedang
Beban gempa sedang adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya dalam rentang masa layan gedung 50 tahun adalah 50 % atau nilai beban gempa yang perioda ulangnya adalah 75 tahun. Akibat beban gempa sedang tersebut struktur bangunan gedung tidak boleh mengalami kerusakan struktural namun dapat mengalami kerusakan non struktural ringan. (Peraturan Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 4.1.3)
d.   Beban Gempa Kuat
Beban gempa kuat adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya dalam rentang masa layan gedung 50 tahun adalah 2 % atau nilai beban gempa yang perioda ulangnya adalah 2500 tahun. Akibat beban gempa kuat tersebut struktur bangunan gedung dapat mengalami kerusakan struktural yang berat namun harus tetap dapat berdiri sehingga korban jiwa dapat dihindarkan. (Peraturan Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 4.1.4)

2.    Kategori Gedung
Standar ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur banguna gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada tingkat kepentingan gedung pasca gempa, pengaruh gempa rencana terhadap bangunan gedung harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan (I). Faktor keutamaan (I) bangunan tergantung kategori bangunan itu sendiri seperti terlihat pada tabel 2.6. (Peraturan Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 4.2)

Tabel 2.6. Faktor Keutamaan I  untuk berbagai kategori gedung atau bangunan
Kategori gedung atau bangunan
Faktor Keutamaan (I)
Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran
1
Monumen dan bangunan monumental
1
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi
1,5
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun
1,5
Cerobong, tangki di atas menara
1,25
(Sumber : Peraturan Gempa SNI 03-1726-2003 Pasal 4.2)

3.     Faktor Reduksi Gempa Maksimum
Faktor reduksi (Rm) adalah nilai faktor reduksi gempa yang maksimum dapat dikerahkan oleh bangunan gedung tersebut dan yang nilainya ditetapkan SNI untuk berbagai sistem struktur bangunan dan dapat dilihat pada lampiran.


4.    Wilayah Gempa dan Spektrum Respons
Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa seperti ditunjukkan dalam gambar 2.1, dimana wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan perioda ulang 500 tahun yang nilai reratanya untuk setiap wilayah gempa ditetapkan dalam gambar 1 dan tabel 2.7. Selanjutnya yang dimaksud dengan wilayah gempa ringan adalah wilayah 1 dan 2, wilayah gempa sedang adalah wilayah 3 dan 4, dan wilayah gempa berat adalah wilayah 5 dan 6. (Peraturan Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 4.7.1)
 
Mengingat pada kisaran waktu getar alami pendek 0 ≤ T ≤ 0,2 detik terdapat ketidakpastian, baik dalam karakteristik gerakan tanah maupun dalam tingkat daktilitas strukturnya, faktor respon gempa C menurut spektrum respons gempa rencana Pasal 4. 7. 4, dalam kisaran waktu getar alami pendek tersebut, nilainya tidak diambil kurang dari nilai maksimumnya untuk jenis tanah yang bersangkutan. (SNI, 2003:17)
 
5.    Pembatasan Waktu Getar Alami Fundamental
Untuk mencegah penggunaan struktur bangunan gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur bangunan gedung harus dibatasi, bergantung pada koefisien ζ untuk wilayah gempa dan jenis struktur bangunan gedung, menurut persamaan
    T1< ζ H3/4
dimana  H adalah tinggi total struktur dalam meter dan koefisien ζ ditetapkan menurut tabel 2.7 (Peraturan Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 5.6)

Tabel 2.7 Koefisien ζ yang membatas waktu getar alami struktur bangunan gedung
Wilayah Gempa dan Jenis Struktur
 ζ
Sedang dan ringan; rangka baja
0,119
Sedang dan ringan; rangka beton dan RBE
0,102
Sedang dan ringan ; bangunan lainnya
0,068
Berat ; rangka baja
0,111
Berat  ; rangka beton dan RBE
0,095
Berat ; bangunan lainnya
0,063

6.    Perencanaan Struktur Bangunan Gedung Beraturan
Apabila kategori gedung memiliki faktor keutamaan I menurut tabel 2.6 dan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan gempa rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar alami fundamental T1, maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen V  yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan:
Dimana C adalah nilai factor respons gempa yang didapat dari spectrum respons gempa rencana menurut gambar 2.2 untuk waktu getar alami fundamental T1. Berat struktur Wt ditetapkan sebagai jumlah dari beban-beban berikut ini :
a.    Beban mati total dari struktur bangunan gedung.
b.    Bila digunakan dinding partisi pada perencanaan lantai maka harus diperhitungkan tambahan beban sebesar 0,5 kPa.
c.    Pada gudang-gudang dan tempat-tempat penyimpanan barang maka sekurang-kurangnya 25% dari beban hidup rencana harus diperhitungkan.
d.   Beban tetap total dari seluruh peralatan dalam struktur bangunan gedung harus diperhitungkan. (Peraturan Gempa SNI 03-1726-2003 pasal 6.1.2)

F.   Kombinasi Beban
Faktor beban diperlukan dalam analisis beban suatu gedung agar struktur dan komponen struktur memenuhi syarat kekuatan dan layak pakai terhadap bermacam-macam kombinasi beban. Berdasarkan SNI Beton 03-2847-2002 pasal 11.2, kombinasi beban yang harus dipenuhi yaitu:
1.    Kuat Perlu dan Beban Terfaktor
Kuat Perlu dan Beban Terfaktor adalah kekuatan struktur yang dibutuhkan dalam menampung beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Berikut adalah spesifikasi Kuat Perlu Beban Terfaktor pada suatu struktur gedung:
1)      Kuat perlu (U) untuk menahan beban mati (D) paling tidak harus sama dengan
U= 1,4D
Kuat perlu (U) untuk menahan beban mati (D), beban hidup (L), dan juga beban atap (A) atau beban hujan (R), paling tidak harus sama dengan
U = 1,2D + 1,6L + 0,5 ( A atau R )
2)      Bila ketahanan struktur terhadap beban angin (W) harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban (D), (L), dan (W) berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai (U) yang terbesar yaitu :
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 ( A atau R )
Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup (L) yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya, yaitu :
U = 0,9 D ± 1,6 W
3)      Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa (E) harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu (U) harus diambil sebagai :
U = 1,2 D + 1,0 L ±  1,0 E
atau
U = 0,9 D ± 1,0 E
4)      Kuat perlu (U) yang menahan beban tambahan akibat tekanan tanah (H ) maka persamaan no. 1, 2, dan 3 ditambahkan dengan 1,6 H
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( A atau R ) + 1,6 H
U = 0,9 D ± 1,6 W + 1,6 H
U = 0,9 D ± 1,0 E + 1,6 H
5)      Kuat perlu (U) yang menahan beban tambahan akibat tekanan fluida (F)
U = 1,4 (D + F)
U = 1,2 D + 1,6 L +0,5 (A atau R) + 1,2 F
6)      Kuat perlu (U) yang menahan beban tambahan akibat pengaruh struktural (T)
U = 1,2 (D + T) + 1,6 L + 0,5 (A atau R)

G. Metode Perhitungan Menggunakan Program Analisa Struktur
Pada analisa struktur SAP 2000, maka penyelesaian dilakukan dengan membagi model menjadi elemen-elemen kecil. Adapun elemen (delta-elemen) adalah identik dengan ‘unit pendekatan’ yang bisa disebuat sebagai representasi, yaitu suatu formulasi matematis dari suatu model struktur yang dianggap sebagai representasi yang paling mendekati sifat struktur real. Untuk itu, maka sifat struktur real tentu dapat berbeda-beda, umumnya dapat difokuskan pada sifat-sifat dominan yang ada, mulai dari kondisi tumpuan (tanah/pondasi), cara penyaluran beban (lentur atau aksial atau keduanya) maupun sifat fisik struktur itu sendiri, batang langsing atau bidang atau solid 3D SAP 2000. Karena itu, prinsip dasar elemen ini perlu dipelajari. Pemahaman akan metode elemen sangat diperlukan.
Misalnya saja pada kasus tiang yang memerlukan pemodelan tiang non-prismatis dengan beban sentris. Mula-mula tanah pondasi dapat dianggap sebagai tumpuan rigid karena hanya menahan gaya aksial. Anggapan tersebut belum tentu benar jika beban yang bekerja adalah eksentris hingga timbul momen guling. Karena itu tumpuan perlu didesain untuk menerima momen.
Karena itu, kondisi tiang non-prismatis selanjutnya didekati sebagai tiang-tiang prismatis yang ukurannya bervariasi dari bawah ke atas. Perlu diingat, bahwa semakin banyak tiang-tiang prismatis yang digunakan, maka perilakunya akan semakin mendekati kondisi tiang real (tiang non-prismatis). Proses selanjutnya tiang-tiang prismatis akibat beban sentris hanya akan mengalami deformasi aksial saja sehingga bila tiang prismatis tersebut dimodelkan sebagai element satu dimensi masih memungkinkan. Adapun untuk parameter geometri yang dominan adalah luasan (A) dan panjang (L) penampang tiang prismatis. Maka element satu dimensi pada program SAP 2000 adalah element FRAME. Sesungguhnya, dalam kenyataannya, tidak semua struktur selalu dapat dimodelkan sebagai element satu dimensi. Maka pada kasus-kasus tertentu diperlukan model elemen dua dimensi atau bahkan tiga dimensi.
Program analisa struktur merupakan program versi terakhir yang paling lengkap dari seri-seri program analisa struktur SAP lainnya baik SAP 80 maupun SAP 90. Keunggulan SAP 2000 antara lain ditunjukkan dengan adanya fasilitas design baja dengan mengoptimalkan profil untuk masing-masing elemen, tetapi cukup memberikan data profil secukupnya dan program akan memilih sendiri profil yang paling optimal dan ekonomis.
1.    Langkah-Langkah Utama Analisa Program Analisa Struktur
a.    Samakan satuan;
b.    Buat model struktur;
c.    Definisikan material yang dipakai;
d.   Definisikan profil yang dipakai;
e.    Aplikasi profil pada struktur;
f.     Definisikan beban;
g.    Aplikasikan beban;
h.    Cek gambar struktur model program analisa struktur;
i.      Jalankan analisis;
j.      Cek hasil analisis;

2.    Langkah-Langkah Analisis dan Disain Struktur Program Analisa Struktur
a.    Menetapkan Satuan
  Pilih satuan pada pojok kanan bawah (misal: kg-m, kg-cm)
b.    Membuat dokumen baru
  Klik File>New> Pilih model struktur
c.    Membuka Dokumen
               Klik File>Open> Pilih nama file
d.   Menyimpan File
               Klik File> Pilih Save/Save As> Ketik nama file>Ok
e.    Mendefinisikan Material
               Klik Define>Materials> Pilih Add New Material>Input Data Material
f.     Mendefinisikan Penampang Frame
               Klik Define>Frame Section>Add New Property>Pilih Frame Section    Property Type >Input dimensi penampang >Ok >Ok
g.      Mendefinisikan Penampang Shell
               Klik Define>Area Section> Pilih Shell> Pilih Add New Section>   Ketik  nama Shell>Input Data Shell
h.    Mendefinisikan Jenis Beban
               Klik Define>Load Case> Ketik nama beban pada Load Name, pilih Type, pada Self Weight Multiplier ketik 1 (berat sendiri dihitung) ketik 0 (berat sendiri tidak dihitung) > Klik Add New Load untuk menambah, klik Modify Load untuk Modifikasi >Ok
i.      Mendefinisikan Jenis Analisis.
               Klik Define>Analisis Case> Klik Add New Case atau Modify/Show Case> Ketik nama jenis analisis pada Analysis Case Name, pilih Analysis Type, pilih Load Applied>Ok
j.      Mendefinisikan Kombinasi Beban
               Klik Define >Combinations> Klik Add New Combo> Ketik nama kombinasi pada Response Combination Name, pilih Case Name, ketik Scale Factor, klik Add >Ok
k.    Membuat Grid Struktur
               Klik kanan mouse>Edit Grid > Pada System pilih Global> Pilih Modify/Show System> Ketik koordinat sumbu X, Y, Z pada Ordinate>Ok
l.      Assign Penampang dan Beban ke Elemen Struktur
1)   Assign Penampang Frame
     Pilih elemen frame> Klik Assign> Pilih Frame> Pilih Frame  Section> Pilih penampang > Ok
2)   Assign Beban Frame
     Pilih elemen frame> Klik Assign> Pilih Frame Loads
3)   Assign Penampang Shell
    Pilih elemen Shell> Klik Assign> Pilih Area> Pilih Section> Pilih nama Shell pada Section>Ok
4)   Assign Beban Shell
     Pilih elemen Shell> Klik Assign> Pilih Area Loads> Pilih Uniforn (Shell) > Pilih beban, ketik nilai beban >Ok
m.  Memberi Kondisi Batas Atau Perletakan pada Joint Elemen Struktur
Pilih Joint Struktur > Klik Assign> Pilih Joint> Pilih Restraints> Pilih jenis perletakan >Ok
n.    Menampilkan nomor, penampang, Local AxesJoint/Frame/Shell/Solid.
Klik View> Pilih Set Display Options> Pilih item yang diinginkan >Ok
o.    Analysis
1)   Set Analysis Options
     Klik Analyze> Pilih Set Analysis Options DOF (Degree of Freedom) dari struktur 2D >Ok
2)   Analysis
     Klik Analyze> Pilih Run Analysis atau tekan F5 > Pilih Analysis Case yang akan di Running >Run Now
p.    Menampilkan Deformasi
Klik Display > Pilih  Show Deformed Shape> Pilih Case/Combo Name >Ok
q.    Menampilkan Reaksi Perletakan
Klik Display> Pilih Show Force/Stresses> Pilih Joint> Pilih Case/Combo Name >Ok
r.     Menampilkan Gaya-Gaya dalam Frame
Klik Display> Pilih Show Force/Stresses> Pilih Frame/Cables>Case/Combo Name > Pilih Component, Scaling, Options>Ok
s.     Design
1)   Sebelum melakukan proses design, terlebih dahulu harus menetapkan nilai faktor reduksi kekuatan struktur berdasarkan peraturan.
     Klik Options>Preferences > Pilih Frame Concrete Design>Input nilai faktor reduksi >Ok
2)   Pilih Jenis Kombinasi Beban
     Klik Design > Pilih Frame Concrete Design> Pilih Select Design Combos> Pindahkan kombinasi beban yang dipilih dari List of Combos ke Design Combos >Ok
3)   Proses Design
     Klik Design> Pilih Frame Concrete Design>Start Design/Check of Structure

Catatan:
a)    Bila penampang tidak cukup, maka ditandai dengan O/S (Over Stress);
b)   Luas tulangan longitudinal dalam satuan m2, mm2, cm2, dan sebagainya;
     Luas tulangan geser dalam satuan m2/m, mm2/mm, cm2/cm, dan sebagainya.


7 komentar:

  1. Membantu banget informasinya..
    thx yaa....

    BalasHapus
  2. Hallo min..
    Salam kenal
    Saya chefprina,oh iya..
    Kalau dari blog yang diatas
    Dari segi biaya mana yg lebih ekonomis penggunaan balok dgn cara batu ringan dan bata konvensinal?
    Satu lagu min, boleh jelaskan, mana yg lebih di minati komsumen dalam penggunan antara kedua bata tsb?
    Terimakasih minnn :)

    BalasHapus
  3. Hallo min..
    Salam kenal
    Saya chefprina,oh iya..
    Kalau dari blog yang diatas
    Dari segi biaya mana yg lebih ekonomis penggunaan balok dgn cara batu ringan dan bata konvensinal?
    Satu lagu min, boleh jelaskan, mana yg lebih di minati komsumen dalam penggunan antara kedua bata tsb?
    Terimakasih minnn :)

    BalasHapus
  4. kalau dr segi biaya.. bata konvensional lbh murah dibandingkn bata ringan... cuma penggunaan bata ringan bisa memperkecil dimensi balok dan kolom yg kita pakai.. dan yg diminati konsumen itu bata konvensiona, krn harga nya murah dan gampang di dapat..
    :)

    BalasHapus
  5. Judulnya sangat menarik min. Tpi kalo boleh tau min bata yang dimaksud digunakan untuk bahan Balok atau pengaruh bata terhadap balok atau gimana yah?

    BalasHapus